Selasa, 16 Februari 2016

Kecanduan Gadget

Kecanduan Gadget




Cerpen Karangan:
Lolos moderasi pada: 17 February 2016

“Doni!!! Kenapa nilai ulanganmu merah semua?” Teriak wanita paruh baya yang tiada lain adalah ibunya.
“Itu sudah biasa Bu,” timpalnya dengan tenang sambil terus memainkan gadget favoritnya. Ibunya hanya menghela napas berat. Ia sungguh tak mengerti apa yang dipikirkan anak lelaki satu-satunya tersebut.
“Jika nanti ulanganmu nilainya merah lagi, Ibu tidak akan memberimu uang saku.” Tegasnya lalu pergi meninggalkan Doni sendirian.
Sepeninggal ibunya, Doni terdiam merenung. Ia menyimpan gadgetnya di samping dirinya lalu mengambil kertas ulangan yang ibunya simpan dengan percuma di meja belajarnya. Tangannya bergetar saat memegang kertas ulangan dengan tulisan merah berbentuk lingkaran. Ia tahu, ibunya pasti marah sekali. Ia tahu ibunya pasti kecewa. Ia sangat tahu. Tapi, ia bisa apa? Sejak ayahnya meninggal beberapa bulan silam, ia menjadi pribadi yang individualis. Ia jarang bicara, jarang berkomunikasi dengan teman-temannya, bahkan sekedar untuk makan pun ia sangat sulit.
Dengan keadaannya yang seperti itu, ia menjadi lebih mudah tergoda oleh kemajuan zaman yang menawarkan berbagai teknologi modern yang belum tentu baik bagi dirinya. Ia mengenal gadget. Ia juga tak pernah absen untuk memainkannya. Gadget telah merubah hidupnya. Ia menjadi malas belajar sehingga nilai ulangannya turun dengan drastis. Doni menyimpan kembali kertas ulangannya. Samar-samar terdengar Adzan Dzuhur yang dikumandangkan dengan merdu. Adzan Dzuhur itu bagaikan ramuan yang berhasil menggerakkan hatinya untuk pergi ke mesjid.
Baru satu langkah kakinya bergerak, matanya malah berlari ke arah gadget yang ia letakkan di atas kasurnya. Tanpa pikir panjang, ia kembali ke arah gadget itu berada lalu kembali memainkannya. Keinginannya untuk pergi ke mesjid diurungkannya dan itu terjadi bukan hanya sekali namun berulang kali. Ibunya pun sampai kewalahan menasihatinya karena Doni benar-benar tidak peka.

Jarum jam kini menunjukan angka sembilan malam. Doni masih asyik memainkan gadgetnya tanpa mempedulikan lolongan dan suara-suara makhluk malam lainnya. Tanpa ia sadari, seseorang mengetuk pintu kamarnya. “Doni! Doni! Buka pintunya!!” Perintah suara di seberang. Doni tidak peduli. Ia semakin asyik bermain gadgetnya. Suara itu kembali terdengar. Malah sekarang ketukannya bertambah keras. Entah karena kesal atau apa akhirnya Doni membuka pintu kamarnya.
“Ada apa sih, Bu?” Ucapnya dengan nada sedikit kesal.
“Doni, apa yang kau lakukan di dalam kamarmu? Sejak tadi kau tidak ke luar walaupun hanya sebentar. Kau tidak mandi, makan, bahkan salat pun kau tinggalkan. Ayahmu maupun Ibu tak pernah mengajarkan perbuatan tercela yang kau lakukan ini! Bahkan Ibu rasa sekolah pun tak pernah mengajarkannya!” Maki ibunya dengan amarah yang menggebu-gebu.
Doni terdiam menunduk. Ia sungguh mengerti perasaan ibunya. Tapi, apa yang bisa ia lakukan. Ia sudah kecanduan gadget yang ia miliki. “Mulai sekarang sampai kedepannya, Ibu akan menyita gadgetmu sampai kamu sadar dan akan memperbaiki semuanya.” Ancamnya sambil mengambil paksa gadget yang berada di tangan kanan Doni.
Doni tak mampu berbicara. Ia hanya menatap kepergian ibunya yang membawa gadgetnya lalu mengunci pintu kamarnya dari luar. Doni menghela napas panjang. Ia melemparkan tubuhnya ke atas kasur empuknya. Lemah, ya Doni merasa seluruh tubuhnya mendadak lemah. Ia seakan kehilangan sebagian tubuhnya. Gadget itu, gadget itu merupakan sebagian dari dirinya. Mungkin ia tak bisa hidup tanpa gadgetnya yang sekian lama telah melekat dalam hidupnya.
Doni tak bisa tidur. Ia kembali memaksakan matanya untuk terpejam namun tetap saja tidak bisa. Pikirannya mendadak gelisah, membuat tubuhnya mengeluarkan keringat yang alangkah banyaknya seolah telah memenangkan pertandingan lari maraton. Sampai tengah malam pun Doni masih gelisah. Ia duduk terdiam merangkul kedua lututnya. Matanya merah dan sayu. Napasnya memburu. Ia seperti seorang pecandu di tempat rehabilitas. Namun, ia bukan pecandu nark*ba melainkan pecandu gadget.
Pesan dari cerita ini:
Orang bijak adalah orang yang mampu memilih sesuatu dengan baik. Ia tahu, harus mengambil sesuatu yang positif bagi dirinya dan ia juga tahu bahwa sesuatu yang negatif patut ia jauhi.
Kita memang tidak boleh tertinggal dari kemajuan zaman ini. Namun tidak semua produk atau teknologi yang zaman tawarkan berdampak positif. So, berpikirlah terlebih dahulu sebelum memutuskan.

sumber: http://cerpenmu.com/cerpen-keluarga/kecanduan-gadget.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar