Minggu, 28 Februari 2016

Cinta Itu Dekat


Cinta Itu Dekat




Seperti biasanya gue memulai aktifitas seperti orang pada umumnya. Bangun pagi, mandi, sarapan dan pergi ke sekolah. Gue Bob, sekarang gue kelas 11 SMA. Ini kisah tentang hidup gue, tepatnya kisah percintaan gue. Gue udah jomblo dari zigot, gue nggak pernah berani deketin cewek. Sebelum gue cerita tentang percintaan gue, gue mau kenalin beberapa temen gue. Yang pertama ada Hilmi, gue kenal dia dari kelas 10.
Dulu gue duduk sebangku sama dia, itu yang bikin gue deket sama dia sampe sekarang. Dia itu suka banget makan mie, sesuailah sama namanya Hilmi dan untungnya hanya badannya aja yang mekar tapi nggak berbentuk mie. Selain itu ada Brandon, dia suka banget dengerin lagu dangdut. Di hp-nya semua lagu dangdut, kalau ada lagu galau itu juga lagu dangdut. Selain itu dia juga suka cengengesan nggak jelas, walaupun begitu banyak cewek yang suka sama dia.
“Bob, lu udah ngumpulin catatan biologi?” tanya Hilmi.
“Wah belum, gue pinjem punya lu Mi?!”
“Punya gue kan udah dikumpulin.”
“Ya udah gue pinjem punya lu aja Brandon?”
“Punya gue juga uda dikumpulin. Tuh pinjem aja sama Fitri, siapa tahu dia belum dikumpulin?” saran Brandon.
Gue pun menghampiri Fitri, “Fit, gue pinjem buku catatan Biologi lu ada nggak?”
“Ada, nih bukunya.”
“Ya ampun cantik banget nih cewek, seyumnya manis. Kenapa gue baru sadar ya.” Gumam gue dalam hati.
“Bob, kenapa diam? ini bukunya.”
“oh ya, Thanks.”
Waktu istirahat pertama gue menceritaan perasaan gue tentang Fitri sama Hilmi dan Brandon. Mereka pun menyarankan gue untuk minta nomor hp dia untuk PDKT. Awalnya gue agak ragu, tapi gue pun memberanikan diri untuk minta nomor hp-nya. Dan hasilnya nggak terlalu buruk, malah Fitri juga kasih biodata dia. Gue pun berniat untuk tembak dia sebelum ada yang tembak dia duluan. Tapi kata Hilmi, gue kecepetan seharusnya gue PDKT dulu. Yah, gue pun mengikuti saran Hilmi.
Sesampainya di rumah, gue coba untuk BBM dia. Gue tunggu menit demi menit dia belum bales. Gue jadi uring-uringan, rasanya lama banget baru beberapa menit aja. Gue tiduran, duduk, tiduran lagi sampai akhirnya dia bales BBM gue juga. Setelah beberapa saat gue BBMan sama dia, gue pun ajak dia jalan sebagai langkah PDKT gue selanjutnya. Fitri pun mengiyakan permintaan gue.
Besoknya, setelah pulang sekolah gue pun jalan bareng dia. Kita jalan-jalan ke Mall, gue ajak dia ke area permainan supaya suasananya lebih fun aja dan enak untuk ngobrol. Setelah itu gue ajak dia makan di Fast Food, ternyata Fitri memang sesuai dengan tipe cewek yang gue suka. Gue pun berncana untuk menembak dia setelah pulang dari sini.
“Thanks ya Bob, buat jalan-jalannya hari ini terus uda nganterin gue pulang.”
“oh ya, sama-sama. Emm, Fit ada yang mau gue omongin. ”
“ya udah omong aja”
“Lu mau gak jadi pacar gue?”
“Hah, Bob kita kan baru deket beberapa hari. Gue belum kenal lu begitu deket. Sorry Bob, gue gak bisa.” Jawab Fitri sambil berlalu meninggalkan gue.
Sumpah perasaan gue hancur banget, baru pertama kali nembak langsung ditolak mentah-mentah. Gue pun cerita sama Hilmi, tentang kejadian kemarin. Dia cukup kaget denger cerita gue, sampai-sampai filosofi mie dibawa-bawa sama dia.
“dengerin ya Bob, Mie aja yang jelas-jelas ada tulisan Instantnya harus diproses dulu sebelum dimakan. Dimasak, ditiris, baru di makan apalagi cinta Bob.”
Gue pikir bener juga kata Hilmi, gue terlalu instant nembak Fitri seharusnya gue lewatin dulu prosesnya. Setelah kejadian itu, sulit bagi gue buat move on. Butuh beberapa bulan buat gue menata percaya diri gue dan hati gue. Sampai satu moment, Hilmi ngajakin gue salat di masjid. Jujur gue juga uda lupa kapan terakhir gue salat. Sesampainya gue di masjid, tiba-tiba pandangan gue tertuju pada satu cewek. Gue tanya sama Hilmi, ternyata namanya Aisyah. Selesai salat gue coba untuk kenalan sama dia, kebetulan momentnya pas.
“Hai, nama lu Aisyah ya. Kenalin gue Bob.” Aisyah hanya mengganggukkan kepala sambil meneruskan mengikat tali sepatunya.
“Lu kelas berapa, kok gue jarang lihat ya?”
“gue kelas 11 IPA.” Sambil terus mengikat tali sepatunya tanpa memandang gue.
“kok gue jarang lihat ya, kelas lu di atas?!” Dia pun kembali mengganggukkan kepalanya, kemudian dia bilang.
“maaf ya, kalau kamu sering ke masjid aku pasti sering lihat deh.”
Sekarang giliran gue yang menganggukkan kepala dengan perasaan sedikit malu.
“duluan ya Akhi.” Kata Aisyah.
“Nama gue bukan Akhi, tapi Bob.”
“oh ya, duluan ya Bob. Assalammualaikum.”
“Waalaikumsalam.”
Sejak perkenalan pertama gue itu, gue sepertinya suka sama Aisyah. Tapi Aisyah mana mau sama gue yang salatnya aja jarang-jarang baca Al-Quran aja belum lancar. Dia itu cewek yang saleha. Kalau gue ketemu dia, dia pasti lagi ngaji atau diskusi rohani sama temen-temennya. Akhirnya gue belajar ngaji lagi untuk memperlancar bacaan gue bahkan gue jadi rajin salat walaupun belum waktunya adzan gue udah ngajakin Hilmi ke masjid.
Kali ini gue harus ikutin kata Hilmi, gue harus ikutin proses PDKT yang benar. Gue pun coba untuk ngobrol sama dia, dengan jurus PDKT gue akhirnya dia malah pinjemin buku ke gue. Padahal niat awalnya gue cuma mau ngobrol aja, supaya bisa deket sama dia tapi nggak apa-apalah. Setelah gue rasa waktunya sudah tepat, gue cerita sama Hilmi dan Brandon tentang perasaan gue ke Aisyah. Gue pun merasa sudah melewati proses PDKT dengan baik, jadi sudah waktunya gue nembak Aisyah. Setelah salat, gue pun menghampiri Aisyah dan mengutarakan perasaan gue.
“Aisyah, gue suka sama lu.”
“maksudnya.” Aisyah agak terkejut dan bingung.
“ya, lu mau gak jadi pacar gue?”
“Astagfirullah, ingat Allah. Salat sana.” Dengan nada marahnya.
“tadi kan gue udah salat.”
“Yau dah pulang sana.”
“Jadi gue ditolak.”
“Au ah.” Aisyah pun berlalu meninggalkan gue.
Lagi-lagi gue ditolak, kesalahan gue kali ini di mana coba. Bahkan gue udah berkorban, demi dia gue jadi rajin salat dan ngaji. Setelah gue cerita sama Hilmi dan Brandon dengan perasaan hancur untuk kedua kalinya, Hilmi pun kembali menyadarkan gue dengan kata-katanya.
“Bob, kalau lu ibadah itu harus diniatin karena Allah bukan seseorang apalagi cewek. Gimana Allah mau ngerestuin lu coba.”
Yah, mungkin kali ini memang cara PDKT gue yang salah. Lagi-lagi gue harus move on. Setelah beberapa hari kejadian itu, gue memutuskan untuk jalan-jalan ke taman untuk refreshing pikiran dan hati. Gue duduk di taman sambil dengerin musik dan menyanyi. Entah kenapa cewek yang ada di depan gue sedang melukis, tiba-tiba menangis. Gue menghampirinya dan mencoba bertanya kenapa dia tiba-tiba menangis. Gue pikir dia itu nangis karena suara gue jelek, haha tapi nggak deh.
Ternyata dia itu nangis karena ingat mantannya, pas denger gue nyanyi lagu itu. Gue pun kenalan sama dia, namanya Dinda. Semenjak perkenalan pertama itu gue jadi lebih deket sama dia sudah hampir sebulan terakhir ini. Gue coba bikin lagu buat Dinda, supaya dia gak sedih lagi dan nggak inget mantannya terus. Semoga kali ini gue nggak gagal lagi deketin cewek, dan siapa tahu Dinda bisa jadi cewek gue.
Keesokan harinya gue ajak Dinda bersepeda bareng, habis itu gue mau ngajak dia beli bola basket. Dia itu cewek yang seru juga buat diajak ngobrol, baik dan cantik juga. Kita memutuskan untuk istirahat setelah cape bersepeda.
“Bob, lu haus gak? Gue beliin minum ya, tapi lu pegangin hp gue dulu ya.”
“ok, Din.”
Belum lama dinda pergi, tiba-tiba hpnya berdering. Gue penasaran, akhirnya gue buka pesannya ternyata dari mantannya yaitu Brandon. Perasaan gue kembali hancur dan mengurungkan niat gue untuk menunjukkan lagu ciptaan gue ke Dinda.
“Nih minumnya Bob.”
“Thanks Din. Oh ya, nanti beli bola basketnya nggak jadi ya. Solanya gue ada urusan mendadak.”
“oh, yau dah nggak apa-apa.” Setelah itu gue pulang, di tengah perjalanan gue membuang kertas berisi lagu ciptaan gue.
Lagi dan lagi, kenapa ya hidup gue sial banget terutama soal percintaan. Pertama Fitri, gue teralu cepat nembak dia dan akhirnya gue ditolak. Kedua Aisyah, seharusnya gue sadar nggak semua cewek bisa gue pacarin salah satunya Aisyah. Dia cewek alim dan punya prinsip nggak mau pacaran. Ketiga Dinda, seharusnya gue cari tahu dulu asal-usulnya dia yang ternyata mantan sahabat gue sendiri.
Ya sudahlah, gue ambil positifnya aja dari semua kejadian ini mungkin lebih baik gue single dulu. Fitri sekarang udah punya pacar, Dinda balikan lagi sama Brandon. Dunia… kenapa sempit banget sih, mereka lagi-mereka lagi. Tapi setidaknya gue masih punya sahabat. Setelah meratapi kesialan gue soal cinta, pandangan gue tertuju pada seseorang di taman itu. Gue pikir nggak ada salahnya kalau gue sharing sama orang lain.
“Hai, gue sepertinya pernah lihat lu deh? Nama lu siapa?”
“Iya, nama gue Ira.”
Gue diam sejenak, masih memikirkan nasib gue.
“lu kenapa?” tanya Ira.
“lagi mikirin hal yang seharusnya nggak gue lakuin. Pertama gue nembak cewek kecepetan akhirnya ditolak. Kedua gue nembak cewek alim, malah diceramahin. Ketiga gue deketin cewek yang mantan sahabat gue sendiri dan sekarang udah balikan. Parah banget kan?!”
“Biasa aja kok.” Respon Ira datar.
“loh kok biasa aja?” gue bingung kenapa repon dia datar. Tiba-tiba dia nunjukin ke gue sesuatu.
“lu ingat ini, dan juga ini.” Sambil mengeluarkan secarik kertas yang ternyata lagu gue buat Dinda dan buku yang gue pinjam dari Aisyah.
“loh kok bisa ada di lu, gimana caranya?”
“iya Bob, gue ada waktu lu jalan sama Fitri. Gue juga ada waktu lu ditolak Aisyah, dan buang buku dari Aisyah. Gue juga ada waktu lu jalan sama Dinda dan buang kertas ini. Gue juga sering perhatiin isi twitter lu.”
“oh jadi…” entahlah dengar cerita Ira, tatapan gue jadi berbinar seperti ada cahaya terang yang menyinari hati gue. Tatapan Ira juga jadi berubah tersipu malu. Kemudian gue ajak dia keliling taman.
Ternyata selama ini ada seseorang yang memperhatikan gue, dan sayangnya gue nggak pernah sadar. Mungkin ada benarnya, cinta itu selalu ada di dekat kita tapi masih saja kita mengejar yang jauh dan tak pasti. Tentang kelanjutan gue dengan Ira, hehe biar waktu yang jawab.

sumber : http://cerpenmu.com/cerpen-persahabatan/cinta-itu-dekat.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar