Minggu, 28 Februari 2016

Catatan Hati Seorang Ayah

Catatan Hati Seorang Ayah




Aku rasa hal semacam ini sering ku alami. Krisis yang menjadikan kehidupanku semakin mengikis jiwa, dan usiaku terus bertambah setiap harinya. Angan dan harapan seakan melayang tak tahu kapan terwujud. Anak-anak kian hari makin bertambah besar, semakin pula kebutuhan ekonomi melonjak, sedangkan krisis tak pernah berakhir. Pada siapa perasaan ini ku tumpahkan, orangtua telah tiada. Hanya saudara dan teman yang jadi tempat berkeluh kesah. Tapi, Aku tidak boleh putus asa, apapun resiko, di mana pun aku harus mencari, aku harus bisa menghadapi berbagai macam kendala.
Di perantauan aku mengalami kendala yang sangat menyakitkan. Terkadang aku merasa putus asa apakah aku sanggup menghadapi masalah demi masalah. Sadangkan saat ini aku masih sangsi, dengan penyakit yang aku derita. Kemarin aku merasakan sakit perut yang belum pernah aku alami sebelumnya. Tetapi sudah berbagai obat tidak sembuh juga. Akhirnya aku bicara langsung pada bos, untungnya langsung dibelikan obat yang mahal. Setelah diminum, beberapa jam langsung tidak terasa. Alhamdulillah…
Walaupun begitu, Minggu yang ketiga ada saja masalahnya, yang namanya sakit kepala menyerang tiap hari. Tiap hari itu pun aku minum obat sakit kepala yang murah di pasaran, tetapi tidak sembuh juga. Sudah itu, kepalaku pernah terbentur kayu sampai keluar darah. Sakitnya bukan main, dan lama sekali sembuhnya. Untuk itu, banyak sekali uang yang aku keluarkan untuk membeli obat, habis sudah. Tetapi yang terpenting aku bisa bertahan hidup. Beginilah resiko jadi kepala rombongan buruh. Apalagi tenagaku dibutuhkan oleh mereka. Aku harus mampu menghadapi godaan apapun. Tapi Andai aku bisa merubah segala hidupku ini. Mungkin penderitaan tak akan ku lalui berkepanjangan. Namun kapan aku bahagia?
Sakit…
Aku tak peduli dengan kesehatanku sekarang ini. Yang penting aku harus bekerja, bekerja, dan bekerja. Tetapi kondisiku semakin drop, aku memutuskan pulang ke kampung. Mau tak mau aku harus istirahat. Menurut dokter, aku terkena paru-paru basah. Bagaimana ini, anak-anakku masih kecil-kecil dan perlu perhatian dari orangtua. Semakin hari aku semakin takut. Di tengah malam aku terkadang menangis tanpa sebab. Apakah penyakitku bisa sembuh? batuk dan sesak sangat mengganggu tidurku. Aku hanya bisa pasrah pada Tuhan. Aku semakin sedih saat istriku menangis setiap aku kesakitan. Tenanglah, menangis bukan cara menyelesaikan masalah. Berdoa adalah hal yang terpenting untuk sekarang.
Aku sebagai kepala keluarga, tulang punggung keluarga, aku harus kuat. Keluarga itu nomor satu. Aku harus bangkit dari keterpurukan. Setiap hari aku menuruti apa yang dokter bilang. Bersama istriku yang ikut berjuang, hari demi hari aku semakin pulih. Dan walaupun kadang masih terasa sakitnya, aku harus tetap kuat dan berusaha agar sembuh total. Dan kesembuhanku hari itu adalah dimana awal untuk berjuang lagi. Bekerja dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Ini sudah jadi nasibku. Semoga saja umur dan rezeki tak pernah terhambat karena penderitaan. Oh Tuhan semesta alam… Berikanlah jalan terang agar kami bisa meniti jalan setapak yang penuh semak berduri dalam mencari jati diri. Siapa diriku yang sebenarnya. Bisakah aku merubah hidupku. Bisakah aku terhindar dari penderitaan yang panjang. Bisakah aku membahagiakan anak dan istriku dan selamat dunia akhirat. Semoga itu akan tersampaikan lewat kata-kata yang aku tuliskan.

sumber : http://cerpenmu.com/cerpen-keluarga/catatan-hati-seorang-ayah.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar