Senin, 22 Februari 2016

Aku Sudah Memaafkannya, Tuhan

Aku Sudah Memaafkannya, Tuhan




Cerpen Karangan:
Lolos moderasi pada: 11 November 2015

Aku mempercepat langkahku. “Shila tunggu!” Aku tidak menoleh sedikitpun, bukan hanya tidak ingin berbicara dengannya, tetapi karena aku lelah dengan semua kebohongannya.
Aku dan Siska sudah bersahabat sejak kami menduduki kursi SMA. Berteman dengannya memang menyenangkan. Sayangnya, yang tidak dapat aku pahami, seringkali dia membohongiku, dalam hal kecil sekalipun. Aku pernah mempunyai pacar bernama Radit. Hubungan kami sudah berjalan dua tahun. Suatu hari, aku memperkenalkan Radit pada Shila. Setelah perkenalan itu, mereka menjadi semakin dekat. Kedekatan yang lebih dari sekedar teman. Kedekatan yang pahitnya lama sekali tanpa ku ketahui.
Pagi itu, Siska memberitahu padaku bahwa Radit menjadi anak baru di sekolah kami. Sudah beberapa hari ini aku sulit menghubuginya. Dan diapun jarang membalas pesanku. “Kok kamu tahu Radit jadi anak baru sekolah kita? Kenapa dia gak ngabarin aku ya?” Tanyaku pada Siska saat itu. “eh.. emmh mungkin maksudnya dia mau kasih kejutan hehe” jawab Siska sedikit terbata.
Sepulang sekolah, aku menghampiri Radit yang sedang berjalan di koridor sekolah.
“Radit.”
“eh Siska” Radit menghentikan langkahnya.
“kenapa gak kabarin aku beberapa hari ini?” tanyaku saat itu.
“iya maaf Shil, aku…”
“hai Shil, Dit. Kalian di sini” sapa Siska tiba-tiba memotong pembicaraan kami. Radit tersenyum. Senyum yang berbeda. Hangat. Senyum yang sudah lama tidak ditunjukkan untukku.
Mereka saling bertatapan itu sekian detik, membuatku cukup sakit melihatnya.
“Shil, anterin aku ke gramedia yuk” ucap Shila setelah membalas senyum Radit.
“Maaf Sis, aku lagi gak enak badan” sekejap Siska menatap Radit penuh harap.
“aku boleh nemenin Siska kan Shil?” ucap Radit padaku. Tiba-tiba dadaku terasa begitu sesak. Entahlah, rasanya aku ingin cepat pergi dari tempat itu. Aku mengangguk perlahan.
“Aku duluan ya” ucapku yang kemudian langsung berlalu meninggalkan mereka.
Aku menahan air mataku. Tidak, aku tidak boleh menangis karena hal ini. Aku aku dewasa. Pikirku. Pandanganmu kabur, dan lututku begitu lemas.
“Shila..” suara Ibu terngiang di telingaku. Benar saja. Itu Ibu.
“bu, aku kenapa?” tanyaku setengah berbisik.
“kamu tadi pingsan, bang Bagas yang membawamu pulang.”
“Iya Shil, kemarin kata dokter tekanan darah kamu kan lagi rendah, kenapa gak nunggu aja di sekolah? Nanti abang jemput” ucap bang Bagas khawatir.
“Iya maaf ya bang..”
Malamnya, aku menerima telepon dari Radit.
“Halo dit, ada apa?”
“kok tanya ada apa sih? Hp kamu kenapa gak aktif?”
“Iya maaf, tadi aku pingsan dit.”
“Shil, ada yang mau aku omongin sama kamu.”
“iya, ngomong aja Dit.”
“Shil, kita putus ya, sebenarnya aku udah tiga bula ini jadian sama Siska.” Aku seketika terdiam lemas, air mata sudah penuh di pelupuk mataku.
“Shil…” panggil Radit dari seberang.
“iya dit..” aku benar-berar tidak tahu harus menjawab apa. Perasaanku sangat hancur malam itu.
“kita temenan ya Shil, jangan jauhin Siska ya Shil.” Aku memutuskan telepon itu. Aku menangis pilu. Mengapa bisa semudah itu Radit memutuskan untuk mengakhiri hubungan ini? Ini sungguh kenyataan yang pahit.
Esoknya, aku masuk sekolah. Hari yang begitu terasa hampa, tanpa sapaan selamat pagi Radit, tanpa senyum Siska. Entah siapa yang salah, sejak telepon tadi malam, mereka menjauh dariku. Bahkan senyumku pagiku tidak dibalas oleh Siska. Sepulang sekolah, aku melihat mereka pulang bersama. Aku yang berdiri melihat hal itu hanya dapat tersenyum ikhlas, iya. Aku sudah ikhlas melepasnya.
Tiba-tiba aku melihat kejadian yang begitu tidak terduga. Kejadian yang begitu memilukan. Sebuah truk menabrak motor Radit. Mereka tergelincir jauh. Semua warga menghampiri lokasi kejadian seraya ada berteriak, “ada yang kecelakaan!!” Aku segera berlari dan menangis menghampiri tempat itu. Patroli dan ambulans datang. Supir truk segera diamankan oleh kepolisian.
Suasana yang teramat duka. Aku menghampiri tubuh Siska yang sudah tak berdaya. Dia terpental cukup jauh dari lokasi. Sedangkan Radit segera dimasukkan ke mobil ambulans oleh warga. “Siska…!!” aku berteriak pilu. Sakit sekali. Polisi segera mengamankanku untuk tidak mendekat pada jenazah Siska yang langsung dimasukkan ke mobil ambulans.
“Radiitt.. Siskaaa!!” aku menangis sejadinya. Sakit Tuhan, sakit sekali melihat mereka seperti itu.
“ini kecelakaan maut pak,” ucap pak polisi pada warga yang berada di tempat itu.
Sore itu, aku menghadiri pemakaman Radit dan Shila. Tuhan, Engkau maha penyayang, ampunilah dosa mereka. Seperti aku yang kini sudah memaafkannya. Aku ikhlas Tuhan, ini jalan-Mu, ini takdir-Mu, dan Engkau maha tahu segala-Nya.

sumber : http://cerpenmu.com/cerpen-sedih/aku-sudah-memaafkannya-tuhan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar